Model Keluarga, Belajar dari
Hewan
Model sebuah keluarga bisa belajar dari kehidupan
hewan, bukan berarti harus berkeluarga seperti hewan (maaf ya, mas).
Ini diambil dari makna bahwa dalam penciptaan alam semesta ini banyak yang
dapat diambil pelajarannya, termasuk dalam kehidupan hewan. Manusia membangun
sebuah keluarga tidak lepas dari hubungan antar individu yang ada di dalamnya,
dan perilaku dalam kehidupannya. Ini tercermin dalam model keluarga yang
dibentuk oleh makhluk hidup yang namanya hewan. Adapun model keluarga hewan
sebagai sebuah pencerminan kehidupan berkeluarga dalam manusia adalah sebagai
berikut:
Model Keluarga Ayam
Dalam keluarga ayam yang terdiri dari sang ayam
jago sebagai induk jantan dan ayam betina (babon) sebagai induk
betina. Ayam jago memiliki sifat-sifat mau menang sendiri dan sombong,
selalu berbohong, indivualistik, halal haram hantam saja.
Mau menang sendiri, ia tidak mau ada saingan.
Bila ada saingan ia berusaha menghantam bahkan tidak segan-segan melenyapkan
saingannya. Perkara rizki demikian, ia berani berbohong demi untuk mendapatkan
sang babon. Kalau segala keinginannya terpenuhi ia mulai menaiki
tempat yang tertinggi dan mulai berkokok sekeras-kerasnya, sebagai bentuk tanda
kekuasaannya. Ia tidak peduli terhadap sang babon yang selalu
menderita sesudah ia puas mengambil kesenangan dunianya (seksualitas),
ia biarkan sang babon menderita mulai dari bertelur, mengeram dan
mencari makan/nafkah untuk sang anak ayam. Sebagai catatan, tidak ada dalam
sejarah para ayam babon demonstrasi atas perlakuan sang jago dan ia
selalu menerima perlakuan sang jago berulang-ulang, dan menderita di atas
penderitaan yang berulang. Belum lengkap penderitaan sang ayam babon,
anak yang dirawatnya belum mencapai dewasapun terkadang memperoleh perlakuan
kekerasan dari sang jago (KDRT ayam) hingga terjadi kematian, karena
keinginan sang jago mengawini sang babon kembali. Bahkan lebih parah
lagi, sang anak ayam yang kebetulan betina ketika menjelang dewasa menjadi
korban pelecehan seksual sang jago, induk jantannya sendiri, terjadi incest
dalam keluarga.
Untung hal ini terjadi di dalam dunia ayam, nilai
ayam jago semakin tinggi bila bisa dapat berbuat demikian. Bahkan pemilik ayam babon
lain (tetangga pemilik ayam lainnya) terkadang pesen gen keturunan sang jago
dengan mengawinkan ayam babon yang dimilikinya. Pemilik jago semakin
bangga atas perbuatan yang dilakukan sang ayam jago terhadap ayam-ayam babon
yang ada. Nilai ayam jago diakhiri di sebuah hidangan istimewa dalam sebuah
resep istimewa, ingkung jago atau rendang ayam jago, atau terjual
dengan harga yang selangit untuk tngjawabnya sebagai sang induk betina. Ia limpahkan
tanggungjawab mengeram dan memelihara anak kepada sang burung puyuh jantan.
Aktivitasnya, barangkali dalam dunianya, ia bersolek kembali dan mencari makan
sendiri (atau barangkali mencari pasangan baru lagi). Sementara yang merawat
dan mencari makan bagi anak burung puyuh adalah sang jantan. Setelah dewasa
sang anak, sang jantan mencari pasangannya tadi, kalau ternyata pasangannya
tadi belum mendapatkan pasangan baru. Kalau sudah, terpaksa ia mencari induk
betina yang baru lagi.
Kehidupan ini terus menerus terjadi, tanpa ada
modifikasi kehidupan atau tindakan perlawanan dari sang jantan terhadap
hegemoni sang betina. Kejadian ini terkadang terjadi dalam dunia manusia, satu
sisi memang ada perlakuan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki sebagaimana
terjadi di dunia per-burung puyuh-an. Di sisi lain juga ada yang dimanfaatkan
oleh kaum pria, sebagai sosok suami yang tidak bertanggung jawab.
Mengkomersilkan isteri dalam sebuah transakasi yang menguntungkan dirinya, dan
tanpa ada usaha perbaikan kehidupan keluarga. Yang demikian juga semoga kita
terlindungi. Kalau aktivitas burung puyuh ini, justru menguntungkan bagi manusia
yang mendatangkan keuntungan ekonomi keluarga. Burung puyuh betina yang
produktif justru menjadi pilihan petani dalam pengembangan budidaya puyuh,
kalau tidak produktif, ya…dijual ke warung makan lesehan pinggiran
Malioboro, Jogjakarta jadi makan khas nasi hangat plus puyuh goreng dan tempe
penyet dengan sambelnya yang mak nyus.
Model Keluarga Burung Merpati
Merpati tak pernah ingkar janji, itulah cuplikan
syair dari sebuah lagu. Gambaran yang cukup romantis. Dalam kehidupan
per-merpati-an, dalam hal berbagi kasih sayang, dalam hal merawat telur,
keluarga atau anak, dan dalam hal mencari makan atau rizki, mereka selalu
bergantian antara induk jantan maupun betinanya. Merekapun konsisten merawat
anak hasil buah cinta, kasih dan sayangnya hingga menginjak dewasa (alias cukup
umur untuk mencari makan dan pasangannya sendiri, atau kemandirian merpati). Ia
hidup, sehidup semati. Luar biasa. Dalam kehidupan mereka sangat rukun,
terkadang dalam sebuah komunitas merpati terdiri dari beberapa keluarga besar
yang saling bantu, tolong menolong. Luar biasa dan yang jelas … Subhanallah.
Inilah model-model keluarga dalam dunia hewan,
yang dapat kita ambil pelajarannya untuk kehidupan di dunia manusia. Manusia
mulia karena kelebihan akalnya dibandingkan makhluk lain, tetapi terkadang
manusia karena akalnya juga bisa lebih hina dari hewan. Sehina-hinanya hewan
masih bermanfaat bagi makhluk lain termasuk manusia. Sehina-hina manusia lebih
hina dari hewan yang paling hina menurut pandangan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar