Gaul Tapi Islami : Bisakah? Kesannya
gaul itu tidak islami. Apa benar? Bisakah kita jadi gaul tapi tetap islami?
Untuk menjawab pertanyaan ini, bagusnya kita lihat saja model ideal seorang
muslim: Rasulullah. Beliau adalah sosok yang menyenangkan. Wajahnya sumringah
di hadapan sahabat-sahabatnya. Beliau amat baik kepada keluarganya dan amat
penyayang kepada anak-anak. Nah, kita sendiri yang juga muslim ini bagaimana?
Bisa tidak seperti beliau?
Moral – Respek – Komunikatif
Menjadi gaul
yang islami insyaallah bisa kita lakukan dengan minimal tiga kunci: 1) moral,
artinya selalu berkomitmen kepada aturan-aturan dan nilai-nilai Islam, 2)
respek, artinya menghargai orang lain, dan 3) komunikatif, pandai menjalin
komunikasi.
Pergaulan Seorang Muslim dengan Non Muslim
Dalam
perkara-perkara umum (sosial) kita tetap menjalin hubungan yang baik dengan
non muslim sekalipun. Contoh baik: Nabi berdiri ketika iring-iringan jenazah
non muslim melewati beliau.
Kita perlu
tahu bahwa ada tiga jenis non muslim: 1) kafir harbi, 2) kafir dzimmi, dan 3)
kafir mu’aahad. Masing-masing mendapat perlakuan yang berbeda.
Dalam
masalah aqidah dan ‘ubudiyah, kita tegas terhadap non muslim. Seperti: kita
tidak mengucapkan dan menjawab salam kepada mereka, tidak mengikuti ritual
ibadah mereka, dan semacamnya.
Pergaulan Sesama Muslim
Sesama
muslim adalah bersaudara, seperti tubuh yang satu dan seperti satu bangunan
yang kokoh dan saling mendukung antar bagiannya.
Pergaulan
sesama muslim dibalut dengan ukhuwah islamiyah. Derajat-derajat ukhuwah
islamiyah adalah: 1) salamatus shadr wal lisan wal yad, 2) yuhibbu liakhihi
maa yuhibbu linafsih, dan 3) iitsaar.
Ada banyak
hak saudara kita atas diri kita, diantaranya sebagaimana dalam hadits Nabi:
1) jika diberi salam hendaknya menjawab, 2) jika ada yang bersin hendaknya
kita doakan, 3) jika diundang hendaknya menghadirinya, 4) jika ada yang sakit
hendaknya kita jenguk, 5) jika ada yang meninggal hendaknya kita sholatkan dan
kita antar ke pemakamannya, 6) jika dimintai nasihat hendaknya kita
memberikannya.
Juga:
tidak meng-ghibah saudara kita, tidak memfitnahnya, tidak menyebarkan aibnya,
berusaha membantu dan meringankan bebannya, dan sebagainya.
Jika kamu
mencintai saudaramu, ungkapkan. Hadiah juga bisa menumbuhkan rasa cinta
diantara kita.
Jangan
mudah mengkafirkan sesama muslim kecuali jika ada sebab yang benar-benar
jelas dan jelas.
Pergaulan Antar Generasi
Yang tua
menyayangi yang lebih muda. Yang muda menghormati yang lebih tua.
Pergaulan dengan Orang yang Dihormati
Hormatilah
orang yang dihormati oleh kaumnya. Bagi orang-orang yang biasa dihormati,
jangan gila hormat. Juga, penghormatan harus tetap dalam bingkai syariat
Islam.
Contoh
orang-orang yang biasa dihormati: tokoh masyarakat, pejabat atau penguasa,
orang-orang yang mengajari kita, dan sebagainya.
Pergaulan dengan Ortu dan Keluarga
Bersikap
santun dan lemah lembut kepada ibu dan bapak, terutama jika telah lanjut
usianya. Jangan berkata uff kepada keduanya.
Terhadap
keluarga, hendaknya kita senantiasa saling mengingatkan untuk tetap taat
kepada ajaran Islam. Sebagaimana Nabi telah melakukannya kepada Ahlu Bait.
Dan Allah berfirman: Quu anfusakum wa ahliikum naara.
Pergaulan dengan Tetangga
Tetangga
harus kita hormati. Misalnya dengan tidak menzhalimi, menyakiti dan
mengganggunya, dengan membantunya, dengan meminjaminya sesuatu yang
dibutuhkan, memberinya bagian jika kita sedang masak-masak.
Pergaulan Antar Jenis
Sudah
menjadi fithrah, laki-laki tertarik kepada wanita dan demikian pula
sebaliknya.
Islam
telah mengatur bagaimana rasa tertarik dan rasa cinta diantara dua jenis
manusia itu dapat disalurkan. Bukan dengan pacaran dan pergaulan bebas.
Tetapi dengan ikatan yang kuat (mitsaq ghaalizh): pernikahan.
Jadi, ada
batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan diluar pernikahan.
Terutama diantara muda-mudi karena sedang berada dalam puncak emosi, hasrat
dan gelora. Ini semua untuk mencegah terjadinya perbuatan yang keji.
1.
Boleh saling mengenal antara laki-laki dan
perempuan.
2.
Boleh berkomunikasi antara laki-laki dan perempuan,
tapi ada batas-batasnya.
3.
Wanita muslimah boleh bersuara diantara kaum
laki-laki, tapi ...
4.
Hendaknya masing-masing berbusana sesuai syariat: 1)
menutup aurat, 2) tidak transparan, 3) tidak ketat dan memperlihatkan
lekuk-lekuk tubuh, 4) tidak tabarruj, 5) pakaian laki-laki tidak menyerupai
pakaian wanita, begitu pula sebaliknya, 6) tidak menunjukkan perhiasan secara
berlebihan, 7) tidak berpakaian dengan sombong, 8) sopan dan tidak memunculkan
fitnah.
5.
Tidak berkhalwat.
6.
Tidak ikhtilath.
7.
Menundukkan pandangan.
8.
Jangan sentuh aku! Jangan pegang aku! Nanti aku
lempar dengan sepatu! Bersalaman boleh nggak?
9.
Seorang muslimah tidak melenggak-lenggokkan tubuhnya
sedemikian rupa yang memunculkan hasrat. Juga tidak memakai minyak wangi
ketika berada diluar rumah.
10. Seorang
muslimah tidak bepergian JAUH sendirian saja jika dirasa tidak aman, juga
jangan bersama dengan orang yang malah menjadi musuh dalam selimut.
11. Tidak
melakukan hal-hal yang bisa memunculkan fitnah diantara kedua jenis, seperti:
1) bersuara merayu, atau seorang wanita bernyanyi atau berucap dengan suara
yang dimerdukan, dilemahlembutkan, mendesah, penuh harap dan semacamnya. 2)
bercanda yang berlebihan dan tidak perlu, misalnya saat syura ataupun pada
kesempatan-kesempatan yang lain. 3) membuka pintu-pintu fitnah seperti:
sms-an yang tidak perlu, telepon terlalu lama atau terlalu sering diluar
kadar kebutuhan, chatting yang mengarah keluar batas, memberikan cinderamata
yang penuh makna dan kepentingan khusus, pembicaraan yang
nyerempet-nyerempet, dan sebagainya.
Wallahu
a’lamu bish-shawaab.
|
Senin, 21 Januari 2013
ADAB PERGAULAN MUSLIM
Minggu, 20 Januari 2013
SIAPAKAH DIRI KITA? (MA’RIFATUL INSAN)
|
SIAPAKAH DIRI KITA?
(MA’RIFATUL INSAN)
|
|
Kita,
manusia, adalah makhluq Allah yang unik dan istimewa. Kita tercipta dari dua
unsur yang sungguh berbeda satu sama lain: tanah yang berasal dari bumi dan
ruh yang berasal dari langit. Terciptanya kita dari tanah menjadikan kita
sebagai makhluq yang membutuhkan hal-hal yang bersifat ‘bumi’ seperti makan,
minum, dan kebutuhan biologis. Sedangkan unsur ruh yang ada dalam diri kita
menjadikan kita sebagai makhluq yang membutuhkan hal-hal yang bersifat
‘langit’ seperti iman, ilmu, dan semacamnya.
Allah
telah mengilhamkan dalam diri kita dua potensi: potensi baik (at-taqwa) dan
potensi buruk (al-fujur). Kemudian Allah memberikan kepada kita kebebasan
untuk memilih: beriman atau kufur, menjadi baik atau menjadi buruk. Setelah
memilih, kita tentu saja harus menanggung segala konsekuensinya. Dan
konsekuensi tersebut tidak lain adalah balasan baik berupa surga dan balasan
buruk berupa neraka. Apapun yang akan kita dapatkan, baik surga ataupun
neraka, merupakan hasil dari pilihan kita sendiri. Karena itu jika ada
seorang manusia yang nantinya masuk kedalam neraka, itu tidak lain adalah
karena kezhalimannya kepada dirinya sendiri. Allah sedikit pun tidak berbuat
zhalim kepada hamba-hamba-Nya.
Allah
telah memberitahukan kepada kita melalui wahyu-Nya bahwa kita diciptakan
untuk beribadah dan menyembah kepada-Nya semata, tanpa menyekutukan-Nya
dengan sesuatupun. Seluruh kehidupan kita harus bernilai ibadah. Kita tidak
hanya beribadah kepada Allah ketika kita sedang melakukan sholat dan berbagai
ritual yang lainnya. Kita harus beribadah kepada Allah dalam semua sisi
kehidupan. Caranya adalah dengan senantiasa menjadikan gerak hidup kita
diridhai oleh Allah, yakni dengan mematuhi syariat-Nya yang telah Ia jelaskan
dalam wahyu-Nya yang suci dan mulia.
Manusia
telah menerima tawaran amanah dari Allah untuk memakmurkan alam semesta.
Untuk itu, Allah telah menganugerahkan berbagai macam potensi kepada manusia
untuk bisa memikul amanah yang amat berat tersebut. Allah telah menciptakan manusia
dalam sebaik-baik bentuk (fii ahsani taqwiim). Manusia tidak hanya
dianugerahi jasad yang menawan, namun juga dianugerahi hati dan akal pikiran
untuk bisa mencerap ilmu pengetahuan dan membedakan antara yang baik dan yang
buruk. Disamping itu, Allah juga telah menundukkan alam semesta untuk
manusia. Karenanya, kita bisa memanfaatkan segala hal yang ada di alam ini,
baik itu benda mati, tumbuh-tumbuhan, binatang dan sebagainya.
Sebenarnya
kita adalah makhluk yang lemah. Fisik kita tidaklah sekuat singa atau gajah.
Namun dengan akal yang Allah berikan, kita bisa mencari cara untuk melindungi
diri dari binatang-binatang buas semacam itu. Bahkan, kita pun bisa
membinasakan hewan-hewan tersebut jika kita mau. Kita tidak diciptakan untuk
bisa hidup dalam air. Namun dengan akal yang Allah berikan, kita bisa
menciptakan kapal laut dan kapal selam untuk mengarungi perairan yang luas
dan dalam. Kita tidak dikaruniai sayap untuk bisa terbang sebagaimana burung.
Namun dengan akal yang Allah berikan, kita bisa menciptakan berbagai macam
peralatan yang memungkinkan kita untuk terbang di angkasa, bahkan ke luar
angkasa. Allah benar-benar telah memberikan anugerah yang besar kepada kita,
manusia. Subhanallah, maha suci Allah!
Oleh
karena itu, kita wajib mensyukuri segala yang telah Allah anugerahkan kepada
diri kita, berupa jasad, hati dan akal kita. Salah satu caranya adalah dengan
senantiasa menjaga ketiga hal tersebut, secara seimbang. Jasad kita harus
kita rawat dengan cara memberikan kebutuhan-kebutuhannya seperti makanan,
minuman, kebutuhan biologis dan olahraga. Hati kita juga harus senantiasa
kita jaga dengan cara membersihkannya dari penyakit-penyakit hati lalu
menghiasinya dengan sifat-sifat yang terpuji. Demikian pula akal kita juga
harus kita pelihara dengan cara mengasah kecerdasannya dan menghiasinya
dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Demikianlah Allah memerintahkan kepada kita
untuk menjaga ketiga elemen diri kita tersebut secara seimbang, tanpa
menelantarkan salah satu atau sebagiannya.
Yang
seringkali dilakukan oleh manusia adalah hanya memperhatikan jasadnya, dan
teledor dalam memperhatikan jiwanya. Padahal jiwa itulah yang membuat manusia
menjadi unik dan istimewa. Dan jiwa itulah yang dilihat oleh Allah, bukan
jasad. Banyak manusia tidak merasa ketika jiwanya telah sedemikian kotor. Ini
tentu saja amat menyedihkan. Kita harus tahu bahwa jiwa kita sesungguhnya
telah menyimpan berbagai sifat dasar yang kurang terpuji. Jika kita tidak
berusaha untuk mengendalikan dan mengekang sifat-sifat tersebut, niscaya sifat-sifat
itu akan terus tumbuh dan berkembang mengotori jiwa kita. Diantara
sifat-sifat dasar itu adalah tergesa-gesa, suka berkeluh-kesah, suka lalai,
suka melampauai batas, pelit, suka ingkar, suka membantah, zhalim, dan jahil.
Tugas kita adalah mengubah sifat-sifat itu menjadi sifat-sifat yang terpuji.
Hal ini tentu saja membutuhkan kesungguh-sungguhan (mujahadah).
Seberapa
jauh kita bermujahadah dalam mengekang jiwa kita, akan menentukan kualitas
jiwa kita. Jiwa yang tidak mengekang syahwatnya akan senantiasa terobsesi
untuk melakukan berbagai macam keburukan (an-nafs al-ammarah bis-suu’). Dan
jika jiwa tersebut terus mengumbar syahwatnya maka ia akan menjadi budak
syahwat. Kualitas jiwa yang lebih tinggi dari ini adalah jiwa yang labil dan
senantiasa bergejolak, antara kebaikan dan keburukan. Apabila ada keinginan
amal shalih ia berpikir-pikir dulu. Pun bila terbersit kecenderungan maksiat
ia juga pikir-pikir dulu. Lalu ketika ia terjatuh dalam sebuah kemaksiatan,
ia pun akan menyesal dan mencaci maki dirinya atas kesalahannya tersebut. Dan
untuk itulah ia disebut sebagai an-nafs al-lawwamah. Adapun kualitas jiwa
yang tertinggi adalah ketika ia benar-benar tenang dalam kebaikan dan taqwa.
Ia tidak tergoda oleh berbagai rayuan kemaksiatan. Inilah jiwa yang tenang
dan tenteram (an-nafs al-muthmainnah).
Dengan
ketinggian kualitas jiwanya, manusia akan mendapatkan kedudukan yang tinggi
disisi Allah. Pada level tertentu, ia bahkan dikatakan lebih tinggi
kedudukannya daripada malaikat, karena taatnya malaikat bersifat taken for
granted (tanpa pilihan) sementara taatnya manusia bersifat mukhayyar (atas
pilihannya sendiri). Namun ketika seorang manusia memiliki kualitas jiwa yang
rendah, hanya diperbudak oleh syahwatnya semata, ia pun tidak lagi berbeda
dengan binatang, bahkan lebih rendah. Yang demikian itu karena ia hidup tanpa
aturan seperti binatang padahal ia dikaruniai hati dan akal pikiran. Adapun
hewan memang pantas hidup liar dan tanpa aturan karena memang tidak
dikaruniai hati dan akal pikiran.
Pada akhirnya,
diri kita sendirilah yang akan menentukan kita akan menjadi apa dan siapa,
karena kita adalah makhluq yang mukhayyar, bebas untuk menentukan pilihan.
Tetapi ingat, setiap pilihan pasti ada konsekuensinya!
|
Sabtu, 05 Januari 2013
Belajar dari Hewan
Model Keluarga, Belajar dari
Hewan
Model sebuah keluarga bisa belajar dari kehidupan
hewan, bukan berarti harus berkeluarga seperti hewan (maaf ya, mas).
Ini diambil dari makna bahwa dalam penciptaan alam semesta ini banyak yang
dapat diambil pelajarannya, termasuk dalam kehidupan hewan. Manusia membangun
sebuah keluarga tidak lepas dari hubungan antar individu yang ada di dalamnya,
dan perilaku dalam kehidupannya. Ini tercermin dalam model keluarga yang
dibentuk oleh makhluk hidup yang namanya hewan. Adapun model keluarga hewan
sebagai sebuah pencerminan kehidupan berkeluarga dalam manusia adalah sebagai
berikut:
Model Keluarga Ayam
Dalam keluarga ayam yang terdiri dari sang ayam
jago sebagai induk jantan dan ayam betina (babon) sebagai induk
betina. Ayam jago memiliki sifat-sifat mau menang sendiri dan sombong,
selalu berbohong, indivualistik, halal haram hantam saja.
Mau menang sendiri, ia tidak mau ada saingan.
Bila ada saingan ia berusaha menghantam bahkan tidak segan-segan melenyapkan
saingannya. Perkara rizki demikian, ia berani berbohong demi untuk mendapatkan
sang babon. Kalau segala keinginannya terpenuhi ia mulai menaiki
tempat yang tertinggi dan mulai berkokok sekeras-kerasnya, sebagai bentuk tanda
kekuasaannya. Ia tidak peduli terhadap sang babon yang selalu
menderita sesudah ia puas mengambil kesenangan dunianya (seksualitas),
ia biarkan sang babon menderita mulai dari bertelur, mengeram dan
mencari makan/nafkah untuk sang anak ayam. Sebagai catatan, tidak ada dalam
sejarah para ayam babon demonstrasi atas perlakuan sang jago dan ia
selalu menerima perlakuan sang jago berulang-ulang, dan menderita di atas
penderitaan yang berulang. Belum lengkap penderitaan sang ayam babon,
anak yang dirawatnya belum mencapai dewasapun terkadang memperoleh perlakuan
kekerasan dari sang jago (KDRT ayam) hingga terjadi kematian, karena
keinginan sang jago mengawini sang babon kembali. Bahkan lebih parah
lagi, sang anak ayam yang kebetulan betina ketika menjelang dewasa menjadi
korban pelecehan seksual sang jago, induk jantannya sendiri, terjadi incest
dalam keluarga.
Untung hal ini terjadi di dalam dunia ayam, nilai
ayam jago semakin tinggi bila bisa dapat berbuat demikian. Bahkan pemilik ayam babon
lain (tetangga pemilik ayam lainnya) terkadang pesen gen keturunan sang jago
dengan mengawinkan ayam babon yang dimilikinya. Pemilik jago semakin
bangga atas perbuatan yang dilakukan sang ayam jago terhadap ayam-ayam babon
yang ada. Nilai ayam jago diakhiri di sebuah hidangan istimewa dalam sebuah
resep istimewa, ingkung jago atau rendang ayam jago, atau terjual
dengan harga yang selangit untuk tngjawabnya sebagai sang induk betina. Ia limpahkan
tanggungjawab mengeram dan memelihara anak kepada sang burung puyuh jantan.
Aktivitasnya, barangkali dalam dunianya, ia bersolek kembali dan mencari makan
sendiri (atau barangkali mencari pasangan baru lagi). Sementara yang merawat
dan mencari makan bagi anak burung puyuh adalah sang jantan. Setelah dewasa
sang anak, sang jantan mencari pasangannya tadi, kalau ternyata pasangannya
tadi belum mendapatkan pasangan baru. Kalau sudah, terpaksa ia mencari induk
betina yang baru lagi.
Kehidupan ini terus menerus terjadi, tanpa ada
modifikasi kehidupan atau tindakan perlawanan dari sang jantan terhadap
hegemoni sang betina. Kejadian ini terkadang terjadi dalam dunia manusia, satu
sisi memang ada perlakuan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki sebagaimana
terjadi di dunia per-burung puyuh-an. Di sisi lain juga ada yang dimanfaatkan
oleh kaum pria, sebagai sosok suami yang tidak bertanggung jawab.
Mengkomersilkan isteri dalam sebuah transakasi yang menguntungkan dirinya, dan
tanpa ada usaha perbaikan kehidupan keluarga. Yang demikian juga semoga kita
terlindungi. Kalau aktivitas burung puyuh ini, justru menguntungkan bagi manusia
yang mendatangkan keuntungan ekonomi keluarga. Burung puyuh betina yang
produktif justru menjadi pilihan petani dalam pengembangan budidaya puyuh,
kalau tidak produktif, ya…dijual ke warung makan lesehan pinggiran
Malioboro, Jogjakarta jadi makan khas nasi hangat plus puyuh goreng dan tempe
penyet dengan sambelnya yang mak nyus.
Model Keluarga Burung Merpati
Merpati tak pernah ingkar janji, itulah cuplikan
syair dari sebuah lagu. Gambaran yang cukup romantis. Dalam kehidupan
per-merpati-an, dalam hal berbagi kasih sayang, dalam hal merawat telur,
keluarga atau anak, dan dalam hal mencari makan atau rizki, mereka selalu
bergantian antara induk jantan maupun betinanya. Merekapun konsisten merawat
anak hasil buah cinta, kasih dan sayangnya hingga menginjak dewasa (alias cukup
umur untuk mencari makan dan pasangannya sendiri, atau kemandirian merpati). Ia
hidup, sehidup semati. Luar biasa. Dalam kehidupan mereka sangat rukun,
terkadang dalam sebuah komunitas merpati terdiri dari beberapa keluarga besar
yang saling bantu, tolong menolong. Luar biasa dan yang jelas … Subhanallah.
Inilah model-model keluarga dalam dunia hewan,
yang dapat kita ambil pelajarannya untuk kehidupan di dunia manusia. Manusia
mulia karena kelebihan akalnya dibandingkan makhluk lain, tetapi terkadang
manusia karena akalnya juga bisa lebih hina dari hewan. Sehina-hinanya hewan
masih bermanfaat bagi makhluk lain termasuk manusia. Sehina-hina manusia lebih
hina dari hewan yang paling hina menurut pandangan manusia.
Model Keluarga, Belajar dari Hewan
Model Keluarga, Belajar dari
Hewan
Model sebuah keluarga bisa belajar dari kehidupan
hewan, bukan berarti harus berkeluarga seperti hewan (maaf ya, mas).
Ini diambil dari makna bahwa dalam penciptaan alam semesta ini banyak yang
dapat diambil pelajarannya, termasuk dalam kehidupan hewan. Manusia membangun
sebuah keluarga tidak lepas dari hubungan antar individu yang ada di dalamnya,
dan perilaku dalam kehidupannya. Ini tercermin dalam model keluarga yang
dibentuk oleh makhluk hidup yang namanya hewan. Adapun model keluarga hewan
sebagai sebuah pencerminan kehidupan berkeluarga dalam manusia adalah sebagai
berikut:
Model Keluarga Ayam
Dalam keluarga ayam yang terdiri dari sang ayam
jago sebagai induk jantan dan ayam betina (babon) sebagai induk
betina. Ayam jago memiliki sifat-sifat mau menang sendiri dan sombong,
selalu berbohong, indivualistik, halal haram hantam saja.
Mau menang sendiri, ia tidak mau ada saingan.
Bila ada saingan ia berusaha menghantam bahkan tidak segan-segan melenyapkan
saingannya. Perkara rizki demikian, ia berani berbohong demi untuk mendapatkan
sang babon. Kalau segala keinginannya terpenuhi ia mulai menaiki
tempat yang tertinggi dan mulai berkokok sekeras-kerasnya, sebagai bentuk tanda
kekuasaannya. Ia tidak peduli terhadap sang babon yang selalu
menderita sesudah ia puas mengambil kesenangan dunianya (seksualitas),
ia biarkan sang babon menderita mulai dari bertelur, mengeram dan
mencari makan/nafkah untuk sang anak ayam. Sebagai catatan, tidak ada dalam
sejarah para ayam babon demonstrasi atas perlakuan sang jago dan ia
selalu menerima perlakuan sang jago berulang-ulang, dan menderita di atas
penderitaan yang berulang. Belum lengkap penderitaan sang ayam babon,
anak yang dirawatnya belum mencapai dewasapun terkadang memperoleh perlakuan
kekerasan dari sang jago (KDRT ayam) hingga terjadi kematian, karena
keinginan sang jago mengawini sang babon kembali. Bahkan lebih parah
lagi, sang anak ayam yang kebetulan betina ketika menjelang dewasa menjadi
korban pelecehan seksual sang jago, induk jantannya sendiri, terjadi incest
dalam keluarga.
Untung hal ini sib sang telur. Sang telur mau keluarkan dimana, mau dieram siapa, mau
menetas atau tidak, yang merawat anaknya siapapun tidak ambil pusing. Bagi
meraka adalah makan dan makan, turing dan turing, melanglang
buana ke seantero lahan makanan, berwisata ria.
Model keluarga bebek ini, model keluarga
berorientasi materi dan kesenangan, tidak peduli bagaimana perkembangan
keluarganya (perkembangan kepribadian bebek maupun akhlak per-bebek-an).
Ketika anaknya sudah dewasa mereka tidak saling kenal satu dengan yang lain,
terkadang yang terjadi pada sang anak bebek adalah disorientasi keluarga dan
kehidupan. Anak bebek yang dipelihara oleh ayam, menganggap dirinya ayam dan
mencoba menjadi sosok ayam. Walaupun dalam kehidupannya ketika bergabung
kembali dalam keluarga besarnya (keluarga besar bebek), ia pun hanyut ikut arus
sebagaimana rombongan bebek lainnya yang di angon petani bebek, dan
ikut berkoar-koar dengan suara yang riuh dan akhirnya ikut berkembangbiak,
dengan meletakkan bakal keturunannya dimana saja, alias buka cabang kota
kelahiran/melahirkan (bukan konsep waralaba). Sang anak bebek, dalam sejarah
tidak ada yang menuntut orangtuanya di pengadilan bebek, ia ikut menikmati
kehidupan sebagai bebek dan akhirnya mengakhiri hidupnya di atas piring manusia
sebagai bebek goreng Mbok Berek (maaf ya Mbok, saya ikut promosi-in
produknya, tinggal bayar jasa marketingnya saja pada saya).
Itu kisahlah kehidupan perbebekan, tapi terkadang
terjadi pada manusia. Naudzubillahimin dzalika.
Model Keluarga Burung Puyuh
Model keluarga burung puyuh ini, adalah model
keluarga emansipasi betina (karena hewan) kebablasan. Burung puyuh betina pasca
bertelur, ia melepas tanggungjawabnya sebagai sang induk betina. Ia limpahkan
tanggungjawab mengeram dan memelihara anak kepada sang burung puyuh jantan.
Aktivitasnya, barangkali dalam dunianya, ia bersolek kembali dan mencari makan
sendiri (atau barangkali mencari pasangan baru lagi). Sementara yang merawat
dan mencari makan bagi anak burung puyuh adalah sang jantan. Setelah dewasa
sang anak, sang jantan mencari pasangannya tadi, kalau ternyata pasangannya
tadi belum mendapatkan pasangan baru. Kalau sudah, terpaksa ia mencari induk
betina yang baru lagi.
Kehidupan ini terus menerus terjadi, tanpa ada
modifikasi kehidupan atau tindakan perlawanan dari sang jantan terhadap
hegemoni sang betina. Kejadian ini terkadang terjadi dalam dunia manusia, satu
sisi memang ada perlakuan kaum perempuaniri, atau kemandirian merpati). Ia
hidup, sehidup semati. Luar biasa. Dalam kehidupan mereka sangat rukun,
terkadang dalam sebuah komunitas merpati terdiri dari beberapa keluarga besar
yang saling bantu, tolong menolong. Luar biasa dan yang jelas … Subhanallah.
Inilah model-model keluarga dalam dunia hewan,
yang dapat kita ambil pelajarannya untuk kehidupan di dunia manusia. Manusia
mulia karena kelebihan akalnya dibandingkan makhluk lain, tetapi terkadang
manusia karena akalnya juga bisa lebih hina dari hewan. Sehina-hinanya hewan
masih bermanfaat bagi makhluk lain termasuk manusia. Sehina-hina manusia lebih
hina dari hewan yang paling hina menurut pandangan manusia.
Langganan:
Komentar (Atom)