Senin, 21 Januari 2013

ADAB PERGAULAN MUSLIM



Gaul Tapi Islami : Bisakah? Kesannya gaul itu tidak islami. Apa benar? Bisakah kita jadi gaul tapi tetap islami? Untuk menjawab pertanyaan ini, bagusnya kita lihat saja model ideal seorang muslim: Rasulullah. Beliau adalah sosok yang menyenangkan. Wajahnya sumringah di hadapan sahabat-sahabatnya. Beliau amat baik kepada keluarganya dan amat penyayang kepada anak-anak. Nah, kita sendiri yang juga muslim ini bagaimana? Bisa tidak seperti beliau?
Moral – Respek – Komunikatif
Menjadi gaul yang islami insyaallah bisa kita lakukan dengan minimal tiga kunci: 1) moral, artinya selalu berkomitmen kepada aturan-aturan dan nilai-nilai Islam, 2) respek, artinya menghargai orang lain, dan 3) komunikatif, pandai menjalin komunikasi.
Pergaulan Seorang Muslim dengan Non Muslim
Dalam perkara-perkara umum (sosial) kita tetap menjalin hubungan yang baik dengan non muslim sekalipun. Contoh baik: Nabi berdiri ketika iring-iringan jenazah non muslim melewati beliau.
Kita perlu tahu bahwa ada tiga jenis non muslim: 1) kafir harbi, 2) kafir dzimmi, dan 3) kafir mu’aahad. Masing-masing mendapat perlakuan yang berbeda.
Dalam masalah aqidah dan ‘ubudiyah, kita tegas terhadap non muslim. Seperti: kita tidak mengucapkan dan menjawab salam kepada mereka, tidak mengikuti ritual ibadah mereka, dan semacamnya.
Pergaulan Sesama Muslim
Sesama muslim adalah bersaudara, seperti tubuh yang satu dan seperti satu bangunan yang kokoh dan saling mendukung antar bagiannya.
Pergaulan sesama muslim dibalut dengan ukhuwah islamiyah. Derajat-derajat ukhuwah islamiyah adalah: 1) salamatus shadr wal lisan wal yad, 2) yuhibbu liakhihi maa yuhibbu linafsih, dan 3) iitsaar.
Ada banyak hak saudara kita atas diri kita, diantaranya sebagaimana dalam hadits Nabi: 1) jika diberi salam hendaknya menjawab, 2) jika ada yang bersin hendaknya kita doakan, 3) jika diundang hendaknya menghadirinya, 4) jika ada yang sakit hendaknya kita jenguk, 5) jika ada yang meninggal hendaknya kita sholatkan dan kita antar ke pemakamannya, 6) jika dimintai nasihat hendaknya kita memberikannya.
Juga: tidak meng-ghibah saudara kita, tidak memfitnahnya, tidak menyebarkan aibnya, berusaha membantu dan meringankan bebannya, dan sebagainya.
Jika kamu mencintai saudaramu, ungkapkan. Hadiah juga bisa menumbuhkan rasa cinta diantara kita.
Jangan mudah mengkafirkan sesama muslim kecuali jika ada sebab yang benar-benar jelas dan jelas.
Pergaulan Antar Generasi
Yang tua menyayangi yang lebih muda. Yang muda menghormati yang lebih tua.
Pergaulan dengan Orang yang Dihormati
Hormatilah orang yang dihormati oleh kaumnya. Bagi orang-orang yang biasa dihormati, jangan gila hormat. Juga, penghormatan harus tetap dalam bingkai syariat Islam.
Contoh orang-orang yang biasa dihormati: tokoh masyarakat, pejabat atau penguasa, orang-orang yang mengajari kita, dan sebagainya.
Pergaulan dengan Ortu dan Keluarga
Bersikap santun dan lemah lembut kepada ibu dan bapak, terutama jika telah lanjut usianya. Jangan berkata uff kepada keduanya.
Terhadap keluarga, hendaknya kita senantiasa saling mengingatkan untuk tetap taat kepada ajaran Islam. Sebagaimana Nabi telah melakukannya kepada Ahlu Bait. Dan Allah berfirman: Quu anfusakum wa ahliikum naara.
Pergaulan dengan Tetangga
Tetangga harus kita hormati. Misalnya dengan tidak menzhalimi, menyakiti dan mengganggunya, dengan membantunya, dengan meminjaminya sesuatu yang dibutuhkan, memberinya bagian jika kita sedang masak-masak.
Pergaulan Antar Jenis
Sudah menjadi fithrah, laki-laki tertarik kepada wanita dan demikian pula sebaliknya.
Islam telah mengatur bagaimana rasa tertarik dan rasa cinta diantara dua jenis manusia itu dapat disalurkan. Bukan dengan pacaran dan pergaulan bebas. Tetapi dengan ikatan yang kuat (mitsaq ghaalizh): pernikahan.
Jadi, ada batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan diluar pernikahan. Terutama diantara muda-mudi karena sedang berada dalam puncak emosi, hasrat dan gelora. Ini semua untuk mencegah terjadinya perbuatan yang keji.
1.         Boleh saling mengenal antara laki-laki dan perempuan.
2.         Boleh berkomunikasi antara laki-laki dan perempuan, tapi ada batas-batasnya.
3.         Wanita muslimah boleh bersuara diantara kaum laki-laki, tapi ...
4.         Hendaknya masing-masing berbusana sesuai syariat: 1) menutup aurat, 2) tidak transparan, 3) tidak ketat dan memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh, 4) tidak tabarruj, 5) pakaian laki-laki tidak menyerupai pakaian wanita, begitu pula sebaliknya, 6) tidak menunjukkan perhiasan secara berlebihan, 7) tidak berpakaian dengan sombong, 8) sopan dan tidak memunculkan fitnah.
5.         Tidak berkhalwat.
6.         Tidak ikhtilath.
7.         Menundukkan pandangan.
8.         Jangan sentuh aku! Jangan pegang aku! Nanti aku lempar dengan sepatu! Bersalaman boleh nggak?
9.         Seorang muslimah tidak melenggak-lenggokkan tubuhnya sedemikian rupa yang memunculkan hasrat. Juga tidak memakai minyak wangi ketika berada diluar rumah.
10.       Seorang muslimah tidak bepergian JAUH sendirian saja jika dirasa tidak aman, juga jangan bersama dengan orang yang malah menjadi musuh dalam selimut.
11.       Tidak melakukan hal-hal yang bisa memunculkan fitnah diantara kedua jenis, seperti: 1) bersuara merayu, atau seorang wanita bernyanyi atau berucap dengan suara yang dimerdukan, dilemahlembutkan, mendesah, penuh harap dan semacamnya. 2) bercanda yang berlebihan dan tidak perlu, misalnya saat syura ataupun pada kesempatan-kesempatan yang lain. 3) membuka pintu-pintu fitnah seperti: sms-an yang tidak perlu, telepon terlalu lama atau terlalu sering diluar kadar kebutuhan, chatting yang mengarah keluar batas, memberikan cinderamata yang penuh makna dan kepentingan khusus, pembicaraan yang nyerempet-nyerempet, dan sebagainya.
Wallahu a’lamu bish-shawaab.

Minggu, 20 Januari 2013

SIAPAKAH DIRI KITA? (MA’RIFATUL INSAN)

SIAPAKAH DIRI KITA? (MA’RIFATUL INSAN)


Kita, manusia, adalah makhluq Allah yang unik dan istimewa. Kita tercipta dari dua unsur yang sungguh berbeda satu sama lain: tanah yang berasal dari bumi dan ruh yang berasal dari langit. Terciptanya kita dari tanah menjadikan kita sebagai makhluq yang membutuhkan hal-hal yang bersifat ‘bumi’ seperti makan, minum, dan kebutuhan biologis. Sedangkan unsur ruh yang ada dalam diri kita menjadikan kita sebagai makhluq yang membutuhkan hal-hal yang bersifat ‘langit’ seperti iman, ilmu, dan semacamnya.
Allah telah mengilhamkan dalam diri kita dua potensi: potensi baik (at-taqwa) dan potensi buruk (al-fujur). Kemudian Allah memberikan kepada kita kebebasan untuk memilih: beriman atau kufur, menjadi baik atau menjadi buruk. Setelah memilih, kita tentu saja harus menanggung segala konsekuensinya. Dan konsekuensi tersebut tidak lain adalah balasan baik berupa surga dan balasan buruk berupa neraka. Apapun yang akan kita dapatkan, baik surga ataupun neraka, merupakan hasil dari pilihan kita sendiri. Karena itu jika ada seorang manusia yang nantinya masuk kedalam neraka, itu tidak lain adalah karena kezhalimannya kepada dirinya sendiri. Allah sedikit pun tidak berbuat zhalim kepada hamba-hamba-Nya.
Allah telah memberitahukan kepada kita melalui wahyu-Nya bahwa kita diciptakan untuk beribadah dan menyembah kepada-Nya semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Seluruh kehidupan kita harus bernilai ibadah. Kita tidak hanya beribadah kepada Allah ketika kita sedang melakukan sholat dan berbagai ritual yang lainnya. Kita harus beribadah kepada Allah dalam semua sisi kehidupan. Caranya adalah dengan senantiasa menjadikan gerak hidup kita diridhai oleh Allah, yakni dengan mematuhi syariat-Nya yang telah Ia jelaskan dalam wahyu-Nya yang suci dan mulia.
Manusia telah menerima tawaran amanah dari Allah untuk memakmurkan alam semesta. Untuk itu, Allah telah menganugerahkan berbagai macam potensi kepada manusia untuk bisa memikul amanah yang amat berat tersebut. Allah telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk (fii ahsani taqwiim). Manusia tidak hanya dianugerahi jasad yang menawan, namun juga dianugerahi hati dan akal pikiran untuk bisa mencerap ilmu pengetahuan dan membedakan antara yang baik dan yang buruk. Disamping itu, Allah juga telah menundukkan alam semesta untuk manusia. Karenanya, kita bisa memanfaatkan segala hal yang ada di alam ini, baik itu benda mati, tumbuh-tumbuhan, binatang dan sebagainya.
Sebenarnya kita adalah makhluk yang lemah. Fisik kita tidaklah sekuat singa atau gajah. Namun dengan akal yang Allah berikan, kita bisa mencari cara untuk melindungi diri dari binatang-binatang buas semacam itu. Bahkan, kita pun bisa membinasakan hewan-hewan tersebut jika kita mau. Kita tidak diciptakan untuk bisa hidup dalam air. Namun dengan akal yang Allah berikan, kita bisa menciptakan kapal laut dan kapal selam untuk mengarungi perairan yang luas dan dalam. Kita tidak dikaruniai sayap untuk bisa terbang sebagaimana burung. Namun dengan akal yang Allah berikan, kita bisa menciptakan berbagai macam peralatan yang memungkinkan kita untuk terbang di angkasa, bahkan ke luar angkasa. Allah benar-benar telah memberikan anugerah yang besar kepada kita, manusia. Subhanallah, maha suci Allah!
Oleh karena itu, kita wajib mensyukuri segala yang telah Allah anugerahkan kepada diri kita, berupa jasad, hati dan akal kita. Salah satu caranya adalah dengan senantiasa menjaga ketiga hal tersebut, secara seimbang. Jasad kita harus kita rawat dengan cara memberikan kebutuhan-kebutuhannya seperti makanan, minuman, kebutuhan biologis dan olahraga. Hati kita juga harus senantiasa kita jaga dengan cara membersihkannya dari penyakit-penyakit hati lalu menghiasinya dengan sifat-sifat yang terpuji. Demikian pula akal kita juga harus kita pelihara dengan cara mengasah kecerdasannya dan menghiasinya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Demikianlah Allah memerintahkan kepada kita untuk menjaga ketiga elemen diri kita tersebut secara seimbang, tanpa menelantarkan salah satu atau sebagiannya.
Yang seringkali dilakukan oleh manusia adalah hanya memperhatikan jasadnya, dan teledor dalam memperhatikan jiwanya. Padahal jiwa itulah yang membuat manusia menjadi unik dan istimewa. Dan jiwa itulah yang dilihat oleh Allah, bukan jasad. Banyak manusia tidak merasa ketika jiwanya telah sedemikian kotor. Ini tentu saja amat menyedihkan. Kita harus tahu bahwa jiwa kita sesungguhnya telah menyimpan berbagai sifat dasar yang kurang terpuji. Jika kita tidak berusaha untuk mengendalikan dan mengekang sifat-sifat tersebut, niscaya sifat-sifat itu akan terus tumbuh dan berkembang mengotori jiwa kita. Diantara sifat-sifat dasar itu adalah tergesa-gesa, suka berkeluh-kesah, suka lalai, suka melampauai batas, pelit, suka ingkar, suka membantah, zhalim, dan jahil. Tugas kita adalah mengubah sifat-sifat itu menjadi sifat-sifat yang terpuji. Hal ini tentu saja membutuhkan kesungguh-sungguhan (mujahadah).
Seberapa jauh kita bermujahadah dalam mengekang jiwa kita, akan menentukan kualitas jiwa kita. Jiwa yang tidak mengekang syahwatnya akan senantiasa terobsesi untuk melakukan berbagai macam keburukan (an-nafs al-ammarah bis-suu’). Dan jika jiwa tersebut terus mengumbar syahwatnya maka ia akan menjadi budak syahwat. Kualitas jiwa yang lebih tinggi dari ini adalah jiwa yang labil dan senantiasa bergejolak, antara kebaikan dan keburukan. Apabila ada keinginan amal shalih ia berpikir-pikir dulu. Pun bila terbersit kecenderungan maksiat ia juga pikir-pikir dulu. Lalu ketika ia terjatuh dalam sebuah kemaksiatan, ia pun akan menyesal dan mencaci maki dirinya atas kesalahannya tersebut. Dan untuk itulah ia disebut sebagai an-nafs al-lawwamah. Adapun kualitas jiwa yang tertinggi adalah ketika ia benar-benar tenang dalam kebaikan dan taqwa. Ia tidak tergoda oleh berbagai rayuan kemaksiatan. Inilah jiwa yang tenang dan tenteram (an-nafs al-muthmainnah).
Dengan ketinggian kualitas jiwanya, manusia akan mendapatkan kedudukan yang tinggi disisi Allah. Pada level tertentu, ia bahkan dikatakan lebih tinggi kedudukannya daripada malaikat, karena taatnya malaikat bersifat taken for granted (tanpa pilihan) sementara taatnya manusia bersifat mukhayyar (atas pilihannya sendiri). Namun ketika seorang manusia memiliki kualitas jiwa yang rendah, hanya diperbudak oleh syahwatnya semata, ia pun tidak lagi berbeda dengan binatang, bahkan lebih rendah. Yang demikian itu karena ia hidup tanpa aturan seperti binatang padahal ia dikaruniai hati dan akal pikiran. Adapun hewan memang pantas hidup liar dan tanpa aturan karena memang tidak dikaruniai hati dan akal pikiran.
Pada akhirnya, diri kita sendirilah yang akan menentukan kita akan menjadi apa dan siapa, karena kita adalah makhluq yang mukhayyar, bebas untuk menentukan pilihan. Tetapi ingat, setiap pilihan pasti ada konsekuensinya!

Sabtu, 05 Januari 2013

Belajar dari Hewan


Model Keluarga, Belajar dari Hewan
Model sebuah keluarga bisa belajar dari kehidupan hewan, bukan berarti harus berkeluarga seperti hewan (maaf ya, mas). Ini diambil dari makna bahwa dalam penciptaan alam semesta ini banyak yang dapat diambil pelajarannya, termasuk dalam kehidupan hewan. Manusia membangun sebuah keluarga tidak lepas dari hubungan antar individu yang ada di dalamnya, dan perilaku dalam kehidupannya. Ini tercermin dalam model keluarga yang dibentuk oleh makhluk hidup yang namanya hewan. Adapun model keluarga hewan sebagai sebuah pencerminan kehidupan berkeluarga dalam manusia adalah sebagai berikut:
Model Keluarga Ayam
Dalam keluarga ayam yang terdiri dari sang ayam jago sebagai induk jantan dan ayam betina (babon) sebagai induk betina. Ayam  jago memiliki sifat-sifat mau menang sendiri dan sombong, selalu berbohong, indivualistik, halal haram hantam saja.
Mau menang sendiri, ia tidak mau ada saingan. Bila ada saingan ia berusaha menghantam bahkan tidak segan-segan melenyapkan saingannya. Perkara rizki demikian, ia berani berbohong demi untuk mendapatkan sang babon. Kalau segala keinginannya terpenuhi ia mulai menaiki tempat yang tertinggi dan mulai berkokok sekeras-kerasnya, sebagai bentuk tanda kekuasaannya. Ia tidak peduli terhadap sang babon yang selalu menderita sesudah ia puas mengambil kesenangan dunianya (seksualitas), ia biarkan sang babon menderita mulai dari bertelur, mengeram dan mencari makan/nafkah untuk sang anak ayam. Sebagai catatan, tidak ada dalam sejarah para ayam babon demonstrasi atas perlakuan sang jago dan ia selalu menerima perlakuan sang jago berulang-ulang, dan menderita di atas penderitaan yang berulang. Belum lengkap penderitaan sang ayam babon, anak yang dirawatnya belum mencapai dewasapun terkadang memperoleh perlakuan kekerasan dari sang jago (KDRT ayam) hingga terjadi kematian, karena keinginan sang jago mengawini sang babon kembali. Bahkan lebih parah lagi, sang anak ayam yang kebetulan betina ketika menjelang dewasa menjadi korban pelecehan seksual sang jago, induk jantannya sendiri, terjadi incest dalam keluarga.
Untung hal ini terjadi di dalam dunia ayam, nilai ayam jago semakin tinggi bila bisa dapat berbuat demikian. Bahkan pemilik ayam babon lain (tetangga pemilik ayam lainnya) terkadang pesen gen keturunan sang jago dengan mengawinkan ayam babon yang dimilikinya. Pemilik jago semakin bangga atas perbuatan yang dilakukan sang ayam jago terhadap ayam-ayam babon yang ada. Nilai ayam jago diakhiri di sebuah hidangan istimewa dalam sebuah resep istimewa, ingkung jago atau rendang ayam jago, atau terjual dengan harga yang selangit untuk tngjawabnya sebagai sang induk betina. Ia limpahkan tanggungjawab mengeram dan memelihara anak kepada sang burung puyuh jantan. Aktivitasnya, barangkali dalam dunianya, ia bersolek kembali dan mencari makan sendiri (atau barangkali mencari pasangan baru lagi). Sementara yang merawat dan mencari makan bagi anak burung puyuh adalah sang jantan. Setelah dewasa sang anak, sang jantan mencari pasangannya tadi, kalau ternyata pasangannya tadi belum mendapatkan pasangan baru. Kalau sudah, terpaksa ia mencari induk betina yang baru lagi.
Kehidupan ini terus menerus terjadi, tanpa ada modifikasi kehidupan atau tindakan perlawanan dari sang jantan terhadap hegemoni sang betina. Kejadian ini terkadang terjadi dalam dunia manusia, satu sisi memang ada perlakuan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki sebagaimana terjadi di dunia per-burung puyuh-an. Di sisi lain juga ada yang dimanfaatkan oleh kaum pria, sebagai sosok suami yang tidak bertanggung jawab. Mengkomersilkan isteri dalam sebuah transakasi yang menguntungkan dirinya, dan tanpa ada usaha perbaikan kehidupan keluarga. Yang demikian juga semoga kita terlindungi. Kalau aktivitas burung puyuh ini, justru menguntungkan bagi manusia yang mendatangkan keuntungan ekonomi keluarga. Burung puyuh betina yang produktif justru menjadi pilihan petani dalam pengembangan budidaya puyuh, kalau tidak produktif, ya…dijual ke warung makan lesehan pinggiran Malioboro, Jogjakarta jadi makan khas nasi hangat plus puyuh goreng dan tempe penyet dengan sambelnya yang mak nyus.
Model Keluarga Burung Merpati
Merpati tak pernah ingkar janji, itulah cuplikan syair dari sebuah lagu. Gambaran yang cukup romantis. Dalam kehidupan per-merpati-an, dalam hal berbagi kasih sayang, dalam hal merawat telur, keluarga atau anak, dan dalam hal mencari makan atau rizki, mereka selalu bergantian antara induk jantan maupun betinanya. Merekapun konsisten merawat anak hasil buah cinta, kasih dan sayangnya hingga menginjak dewasa (alias cukup umur untuk mencari makan dan pasangannya sendiri, atau kemandirian merpati). Ia hidup, sehidup semati. Luar biasa. Dalam kehidupan mereka sangat rukun, terkadang dalam sebuah komunitas merpati terdiri dari beberapa keluarga besar yang saling bantu, tolong menolong. Luar biasa dan yang jelas … Subhanallah.
Inilah model-model keluarga dalam dunia hewan, yang dapat kita ambil pelajarannya untuk kehidupan di dunia manusia. Manusia mulia karena kelebihan akalnya dibandingkan makhluk lain, tetapi terkadang manusia karena akalnya juga bisa lebih hina dari hewan. Sehina-hinanya hewan masih bermanfaat bagi makhluk lain termasuk manusia. Sehina-hina manusia lebih hina dari hewan yang paling hina menurut pandangan manusia.

Model Keluarga, Belajar dari Hewan


Model Keluarga, Belajar dari Hewan
Model sebuah keluarga bisa belajar dari kehidupan hewan, bukan berarti harus berkeluarga seperti hewan (maaf ya, mas). Ini diambil dari makna bahwa dalam penciptaan alam semesta ini banyak yang dapat diambil pelajarannya, termasuk dalam kehidupan hewan. Manusia membangun sebuah keluarga tidak lepas dari hubungan antar individu yang ada di dalamnya, dan perilaku dalam kehidupannya. Ini tercermin dalam model keluarga yang dibentuk oleh makhluk hidup yang namanya hewan. Adapun model keluarga hewan sebagai sebuah pencerminan kehidupan berkeluarga dalam manusia adalah sebagai berikut:
Model Keluarga Ayam
Dalam keluarga ayam yang terdiri dari sang ayam jago sebagai induk jantan dan ayam betina (babon) sebagai induk betina. Ayam  jago memiliki sifat-sifat mau menang sendiri dan sombong, selalu berbohong, indivualistik, halal haram hantam saja.
Mau menang sendiri, ia tidak mau ada saingan. Bila ada saingan ia berusaha menghantam bahkan tidak segan-segan melenyapkan saingannya. Perkara rizki demikian, ia berani berbohong demi untuk mendapatkan sang babon. Kalau segala keinginannya terpenuhi ia mulai menaiki tempat yang tertinggi dan mulai berkokok sekeras-kerasnya, sebagai bentuk tanda kekuasaannya. Ia tidak peduli terhadap sang babon yang selalu menderita sesudah ia puas mengambil kesenangan dunianya (seksualitas), ia biarkan sang babon menderita mulai dari bertelur, mengeram dan mencari makan/nafkah untuk sang anak ayam. Sebagai catatan, tidak ada dalam sejarah para ayam babon demonstrasi atas perlakuan sang jago dan ia selalu menerima perlakuan sang jago berulang-ulang, dan menderita di atas penderitaan yang berulang. Belum lengkap penderitaan sang ayam babon, anak yang dirawatnya belum mencapai dewasapun terkadang memperoleh perlakuan kekerasan dari sang jago (KDRT ayam) hingga terjadi kematian, karena keinginan sang jago mengawini sang babon kembali. Bahkan lebih parah lagi, sang anak ayam yang kebetulan betina ketika menjelang dewasa menjadi korban pelecehan seksual sang jago, induk jantannya sendiri, terjadi incest dalam keluarga.
Untung hal ini sib sang telur. Sang telur mau keluarkan dimana, mau dieram siapa, mau menetas atau tidak, yang merawat anaknya siapapun tidak ambil pusing. Bagi meraka adalah makan dan makan, turing dan turing, melanglang buana ke seantero lahan makanan, berwisata ria.
Model keluarga bebek ini, model keluarga berorientasi materi dan kesenangan, tidak peduli bagaimana perkembangan keluarganya (perkembangan kepribadian bebek maupun akhlak per-bebek-an). Ketika anaknya sudah dewasa mereka tidak saling kenal satu dengan yang lain, terkadang yang terjadi pada sang anak bebek adalah disorientasi keluarga dan kehidupan. Anak bebek yang dipelihara oleh ayam, menganggap dirinya ayam dan mencoba menjadi sosok ayam. Walaupun dalam kehidupannya ketika bergabung kembali dalam keluarga besarnya (keluarga besar bebek), ia pun hanyut ikut arus sebagaimana rombongan bebek lainnya yang di angon petani bebek, dan ikut berkoar-koar dengan suara yang riuh dan akhirnya ikut berkembangbiak, dengan meletakkan bakal keturunannya dimana saja, alias buka cabang kota kelahiran/melahirkan (bukan konsep waralaba). Sang anak bebek, dalam sejarah tidak ada yang menuntut orangtuanya di pengadilan bebek, ia ikut menikmati kehidupan sebagai bebek dan akhirnya mengakhiri hidupnya di atas piring manusia sebagai bebek goreng Mbok Berek (maaf ya Mbok, saya ikut promosi-in produknya, tinggal bayar jasa marketingnya saja pada saya).
Itu kisahlah kehidupan perbebekan, tapi terkadang terjadi pada manusia. Naudzubillahimin dzalika.
Model Keluarga Burung Puyuh
Model keluarga burung puyuh ini, adalah model keluarga emansipasi betina (karena hewan) kebablasan. Burung puyuh betina pasca bertelur, ia melepas tanggungjawabnya sebagai sang induk betina. Ia limpahkan tanggungjawab mengeram dan memelihara anak kepada sang burung puyuh jantan. Aktivitasnya, barangkali dalam dunianya, ia bersolek kembali dan mencari makan sendiri (atau barangkali mencari pasangan baru lagi). Sementara yang merawat dan mencari makan bagi anak burung puyuh adalah sang jantan. Setelah dewasa sang anak, sang jantan mencari pasangannya tadi, kalau ternyata pasangannya tadi belum mendapatkan pasangan baru. Kalau sudah, terpaksa ia mencari induk betina yang baru lagi.
Kehidupan ini terus menerus terjadi, tanpa ada modifikasi kehidupan atau tindakan perlawanan dari sang jantan terhadap hegemoni sang betina. Kejadian ini terkadang terjadi dalam dunia manusia, satu sisi memang ada perlakuan kaum perempuaniri, atau kemandirian merpati). Ia hidup, sehidup semati. Luar biasa. Dalam kehidupan mereka sangat rukun, terkadang dalam sebuah komunitas merpati terdiri dari beberapa keluarga besar yang saling bantu, tolong menolong. Luar biasa dan yang jelas … Subhanallah.
Inilah model-model keluarga dalam dunia hewan, yang dapat kita ambil pelajarannya untuk kehidupan di dunia manusia. Manusia mulia karena kelebihan akalnya dibandingkan makhluk lain, tetapi terkadang manusia karena akalnya juga bisa lebih hina dari hewan. Sehina-hinanya hewan masih bermanfaat bagi makhluk lain termasuk manusia. Sehina-hina manusia lebih hina dari hewan yang paling hina menurut pandangan manusia.